x

Menyongsong Masa Depan Pertanian Indonesia

3 minutes reading
Saturday, 21 Jun 2025 15:54 0 312 Ika Lubis

BICARAINDONESIA-Jakarta : Modernisasi pertanian Indonesia bukan lagi soal pilihan, melainkan sebuah keniscayaan. Di tengah tekanan kebutuhan pangan, krisis tenaga kerja, dan ancaman perubahan iklim, sektorpertanian perlu bergerak cepat. Di sinilah alat dan mesin pertanian (alsintan), sistem kontrol cerdas, dan robot menjadi solusi nyata untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing petani Indonesia.

Tak lagi dapat dipungkiri bahwa sebagian besar petani di negeri ini masih bertani secara konvensional. Padahal, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencatat bahwa produktivitaspertanian di beberapa komoditas utama stagnan selama lima tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah minimnya adopsiteknologi modern.

Pemerintah sebenarnya sudah cukup progresif dalam mendistribusikan alsintan. Ribuan traktor, rice transplanter, dan combine harvester telah digelontorkan ke daerah. Namun, persoalannya tidak berhenti pada ketersediaan. Banyak alat mangkrak karena tidak ada operator terlatih atau karena tidak cocok dengan kondisi lapangan. Dengan kata lain, teknologi tanpa strategi hanya akan menjadi besi tua. Strategi tersebut dapat direalisasikan, misal: distribusi alsintan yang tepat melalui usulan penyuluh pertanian maupun akademisi yang kadang kala ditunjuk sebagai pihak ketiga dari pemerintah perlu mempertimbangkan kewilayahan dari suatu daerah. Sehingga, distribusi alsintan lebih sesuai, tepat sasaran, dan dapat berguna sebagaimana harapan yang diinginkan.

Lebih jauh lagi, dinamika pertanian berkembang begitu cepat. Adanya sistem cerdas melalui kontrol otomasi dan robotik pada dunia pertanian yang diintegrasikan pada mesin-mesin pertanian, perlu mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah dan stakeholder lainnya. Ketika petani dan stakeholder terintegrasi sempurna dan lahir SDM yang cakap teknologi, maka penerapan teknologi semacam ini memungkinkan petani memantau kadar air, suhu tanah, hingga kebutuhan pupuk secara real time. Contoh sederhana adalah smart irrigation system yang dapat menyiram tanaman secara otomatis saat tanah kering—hemat air, hemat energi, dan hemat waktu.

Lebih jauh, penggunaan robot dan drone pertanian semakinl relevan. Di negara maju, robot pemetik buah dan drone penyemprot pestisida sudah lazim digunakan untuk mempercepat proses budidaya. Indonesia sudah seharusnya bergerak menuju gelombang dinamika pertanian ini. Beberapa universitas dan start-up lokal mulai mengembangkan traktor tanpa awak dan robot tanam sederhana yang bisa diterapkan di lahan sempit. Inovasiseperti ini patut diapresiasi dan didorong.

Menurut FAO dalam laporanThe State of Food and Agriculture 2022“, digitalisasi pertanian terbukti mampu meningkatkan produktivitas petani kecil hingga 25 persen di berbagai negara berkembang. Jika Indonesia mampu mengikuti arah ini, bukan tidak mungkin lompatan besar akan terjadi. Namun, modernisasi tidak bisa berdiri sendiri. Diperlukan pelatihan, pendampingan, dan kebijakan afirmatif. Pemerintah daerah perlu mengaktifkan kembali Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) untuk menjadi pusat literasi teknologi bagi petani. Di sisi lain, sektor pendidikan vokasi juga harus menyesuaikan kurikulum agar lulusan pertanian tak hanya paham teori, tetapi juga melek teknologi.

Insentif bagi produsen lokal yang mengembangkan alsintan berbasis kebutuhan petani kecil harus diperluas. Kolaborasi antar kementerian, perguruan tinggi, dan swasta juga wajib diperkuat untuk mempercepat alih teknologi dari laboratorium ke sawah. Seperti gagasan seorang Pakar Pertanian IPB dalam sebuah diskusil nasional: “Kunci keberhasilan pertanian modern bukan sekadar pada mesin, tapi pada sistem yang mampu menyatukan teknologi, data, dan manusia.” Dengan kata lain, pertanian masa depan bukan hanya soal traktor dan robot, tetapi soal bagaimana manusia, teknologi, dan kebijakan saling terhubung. Saatnya Indonesia menanam masa depannya dengan cerdas. Alsintan, sistem kontrol, dan robotik bukan lagi sekadar pelengkap, tapi tulang punggung pertanian masa depan.*

Penulis: Muhammad Iqbal Abdi Lubis

Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, FakultasTeknologi Pertanian, Universitas Andalas

LAINNYA
x
error: Content is protected !!