BICARAINDONESIA-Jakarta : Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menjerat lima tersangka, termasuk mantan dirjen di Kominfo alias Kemkomdigi terkait kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
Kajari Jakpus, Safrianto Zuriat Putra, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula ketika ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah PDN. Hal itu dilakukan agar pengelolaan data terintegrasi secara mandiri.
“Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomer 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN) sebagai pengelolaan data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional,” ujar Safrianto dalam, Jumat (23/5/2025).
Namun, pada 2019, Kominfo membentuk Pusat Data Nasional yang bersifat sementara, yang mana hal itu bertentangan dengan perpres tersebut. Ternyata, pembentukan PDNS tersebut diduga hanya akal-akalan tersangka demi keuntungan masing-masing.
Kelima tersangka yang dimaksud, ialah Semuel Abrizani Pangerapan (SAP)–Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kominfo periode 2016-2024, Bambang Dwi Anggono (BDA)–Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah Pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kominfo periode 2019-2023.
Nova Zanda atau NZ–penjabat membuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kominfo tahun 2020 sampai dengan 2024, lfi Asman (AA)–Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023, dan Pini Panggar Agusti (PPA)– Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
Kerja sama pemenang kontrak PDNS melibatkan pejabat Kominfo dengan pihak swasta. “Dalam pelaksanaannya, perusahaan pelaksana justru mensubkon-kan kepada perusahaan lain dan barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis,” katanya.
Disebut Safrianto, para tersangka sengaja menggunakan barang yang tidak sesuai spesifikasi agar bisa mendapat keuntungan. Keuntungan tersebut digunakan untuk menyuap pejabat di Kominfo.
“Hal ini dilakukan agar para pihak mendapatkan keuntungan dan mendapatkan kickback melalui suap di antara pejabat Kominfo dengan pihak pelaksana kegiatan,” terangnya.
Editor: Rizki Audina/*