BICARAINDONESIA: Tari Topeng Cirebon adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang telah hidup berabad-abad, mewakili ekspresi estetik, spiritual, sekaligus identitas masyarakat Cirebon.
Tarian ini dikenal melalui lima karakter topeng : Panji, Samba, Rumyang, Tumenggung, dan Kelana yang masing-masing melambangkan fase kehidupan manusia. Namun di tengah pesatnya komersialisasi dan modernisasi budaya, muncul pertanyaan krusial: apakah Tari Topeng Cirebon dapat dilindungi melalui mekanisme Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), khususnya hak cipta?
HAKI di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, mengakui ekspresi budaya tradisional sebagai objek perlindungan. Namun perlindungan ini tidak bersifat individual seperti hak cipta konvensional, melainkan melekat pada negara sebagai perwakilan masyarakat adat. Artinya, negara bertindak sebagai pemegang hak budaya tradisional, bukan perseorangan yang menciptakannya.
Belakangan, sistem ini menimbulkan tantangan tersendiri. Tari Topeng Cirebon berkembang dari tradisi lisan, dipraktikkan secara turun-temurun dan tidak memiliki pencipta tunggal yang dapat diklaim sebagai pemilik hak cipta. Hal ini menjadikan perlindungannya dalam kerangka HAKI menjadi kompleks. Di sisi lain, ancaman terhadap kelestarian tarian ini nyata mulai dari modifikasi yang serampangan hingga eksploitasi komersial tanpa melibatkan komunitas pemilik budayanya.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah melalui mekanisme pendaftaran ekspresi budaya tradisional sebagai bagian dari kekayaan komunal. Dalam hal ini, negara atau pemerintah daerah bersama komunitas adat dapat mendaftarkan Tari Topeng sebagai warisan budaya yang dilindungi. Meskipun tidak memberikan hak eksklusif dalam bentuk royalti kepada individu, perlindungan ini penting untuk mencegah pengakuan oleh pihak lain dan memberikan kontrol atas penggunaannya.
Lebih lanjut, pendekatan HAKI terhadap budaya seperti Tari Topeng Cirebon semestinya tidak hanya menitikberatkan pada aspek hukum semata, akan tetapi juga pada penguatan posisi sosial-budaya masyarakat adat sebagai pemilik pengetahuan. Pelindungan atas ekspresi budaya tradisional harus menjamin bahwa masyarakat lokal mendapat manfaat ekonomi dan pengakuan moral atas karya leluhur mereka, termasuk dalam konteks pertunjukan, pendidikan hingga pariwisata budaya.
Pada tataran global, isu perlindungan budaya tradisional juga menjadi perhatian utama organisasi internasional seperti World Intellectual Property Organization. Organisasi tersebut mendorong kepda negara-negara untuk mengembangkan sistem perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional melalui skema yang fleksibel, kontekstual dan menghormati hak kolektif.
Dalam konteks Cirebon, perlu adanya langkah strategis dari pemerintah daerah, sanggar seni, dan komunitas adat untuk mendokumentasikan dan memformalkan elemen-elemen Tari Topeng sebagai warisan budaya yang dilindungi. Dokumentasi koreografi, simbolisme topeng, musik pengiring, hingga sejarah lisan yang menyertainya akan menjadi dasar perlindungan dan pelestarian yang kuat.
Singkatnya, Tari Topeng Cirebon tidak semata-mata dapat dimasukkan ke dalam kerangka hak cipta konvensional, namun tetap dapat dan harus dilindungi melalui pendekatan HAKI berbasis komunitas dan warisan budaya. Perlindungan ini bukan hanya untuk mencegah klaim atau eksploitasi, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa
Penulis : Dadang Hardiana ( Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia )