x

Kisah Pilu Nek Sariyem, Hidup Sebatang Kara dalam Kemiskinan dan ‘Kegelapan’

4 minutes reading
Monday, 22 Jun 2020 04:53 0 157 admin

BICARAINDONESIA-Batangkuis : Sebuah ironi di negeri ini ketika orang berlomba-lomba untuk berebut bantuan gratis dari pemerintah. Mereka seolah-olah menunjukkan keakuannya sebagai orang yang paling miskin di negeri ini.

Padahal jika si pembagi di level terbawah lebih jeli, para penerima justru masih dalam kategori mampu. Gambaran itu terlihat dari banyak penerima yang datang dengan mengendarai sepeda motor, mengenakan perhiasan, dan tampil dengan membawa gawai yang tidak terlalu mahal tapi tak juga murah.

Apalagi di masa pandemi seperti ini, di saat pemerintah mulai gencar menyalurkan bantuan lewat program Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk warga yang susah karena terdampak Covid-19. Seperti sudah jamak, mereka yang tergolong masih memiliki harta cukup pun saling berlomba untuk mendapatkannya.

Lantas, apakah bantuan itu tak tepat sasaran? Mungkin hanya si pembagi yang tau dan calon penerima yang bisa menjawabnya, dia layak atau tidak untuk mendapatkannya di saat banyak orang yang lebih membutuhkan namun tidak terdata. Alhasil, bantuan pun tak pernah menghampirinya.

Kisah pilu itu agaknya yang dialami Sariyem, wanita tua yang sudah menginjak usia 70 tahun. Meski beruntung memiliki pertapakan tanah peninggalan almarhum suaminya Jumingan, namun rumah diatasnya dalam kondisi tak layak dan sebagian berlantai tanah. Sungguh memprihatinkan.

Nek Sariyem berdiri di depan rumahnya yang jauh dari kata layak/foto : dis

Ditemui dikediamannya di Jl. Peringgan, Gang Bersama, Desa Tumpatan Nibung, Kec. Batangkuis, Kab. Deliserdang, wanita renta yang sudah menjanda sejak 25 tahun lalu itu mengaku kini hanya hidup sebatang kara.

“Anakku 5, 3 laki laki dan 2 perempuan semuanya ya juga hidup susah kok. Ya gimana juga mau membantu dan kini hidup terpisah,” kisahnya.

Nek Sariyem, begitu ia biasa dipanggil, dalam.kesehariannya kini terpaksa aktif mencari nafkah untuk melanjutkan hidupnya di usia senja. Selain memijat untuk badan pegal-pegal bagi warga sekitar, mengambil upahan dari tetangga untuk membuat emping melinjo, kini nenjadi rutinitas kesehariannya.

“Ya mau bagaimana lagi, pensiunan suami cuma Rp200 ribu sebulan, tidak cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari,” ucapnya lirih dengan logat jawa yang cukup kental.

Disinggung tentang bantuan yang kini gencar disalurkan pemerintah di masa serangan virus corona ini, Nek Sariyem justru mengaku bingung.

“Enggak pernah didata kok. Dulu beberapa tahun silam ada dari orang kantor desa yang datang minta KK, katanya mau ngasi bantuan, tapi sampai sekarang gak pernah ada,” ucapnya.

Sampai pada beberapa minggu lalu, sambungnya, ada tetangganya yang mengajaknya ke kantor desa setempat. Saat itu tetangganya itu meminta pihak desa untuk memberikan bantuan kepada Nek Sariyem.

“Adalah dapat 2 goni (karung) beras isinya 10 kilo. Itulah pertama kali saya dibantu dari kantor desa. Kadang selebihnya ada tetangga yang kasihan memberi beras,” tuturnya.

Kemalingan dah Listrik Diputus

Ditengah penderitaan hidup yang kini dihadapinya, ternyata musibah juga tetap datang mendera Nek Sariyem. 2 karung beras bantuan yang belum sempat dinikmatinya, malah dicuri maling.

“Waktu itu saya baru pulang ngusuk (pijat) di rumah tetangga, gitu pulang kok aku tengok pintu rumah kosong yang dulu belas rumah anak saya kok sudah rusak. Begitu masuk ke dapur, kok 2 goni beras di dapur sudah raib. Tabung gas 3 kilo sudah tersusun kayak mau pindahan rumah, mungkin setelah ngambil beras, malingnya mau bawa tabung gas itu, tapi karena saya keburu pulang, malingnya gak jadi balik,” ucapnya sedih.

Kisah sedih Nek Sariyem ternyata tak berhenti sampai disitu. Karena sekitar 3 bulan lalu, jaringan listrik ber KwH 450 Va yang digunakannya selama ini juga mendadak diputus PLN.

“Ada tunggakan saya 2 bulan. Kena Rp200 ribu. Jadi langsung diputus pas saya gak di rumah. Tapi ya sudahlah karena memang saya gak sanggup bayar dan itukan memang kebijakan PLN kan, saya ya pasrah saja, gak perlu disalahkan,” ucapnya sambil menyalakan lampu sentir ketika obrolan dengan tim Binet itu mulai menjelang senja.

Kini, Nek Sariyem hanya bisa menjalani hari tuanya dalam keterbatasan. “Intinya ya menyukuri nikmat sajalah. Lagian mau apa juga, mau marah ke siapa, mau minta bantuan ke siapa juga aku gak tau,” tutupnya seraya tersenyum mengembang dengan wajah yang sudah terbalut kulit keriput.

Penulis : Yudis/Budi Nyata
Editor : Yudis

 

 

No Comments

Leave a Reply

LAINNYA
x