x

Lewat Aksi Plester Mulut, Jurnalis Kembali Tuntut Walikota Medan Minta Maaf

4 minutes reading
Monday, 19 Apr 2021 12:49 0 127 admin

BICARAINDONESIA-Medan : Kisruh hubungan antara Pemko Medan dengan jurnalis, buntut dari pengusiran dua orang wartawan dari Kantor Walikota Medan yang dilakukan petugas Paspampres pada pekan lalu, masih terus berlanjut.

Wujud protes itu diungkapkan para pekerja media dengan kembali melakukan unjukrasa. Atas nama Forum Jurnalis Medan (FJM), yang merupakan gabungan dari berbagai organisasi pers, aksi ketiga pada Senin (19/4/2021), kembali difokuskan di Kantor Walikota Medan, Jalan Kapten Maulana Lubis.

Berbeda dengan dua demonstrasi sebelumnya, unjukrasa yang dilakukan FJM kali ini dilakukan dengan aksi diam sambil memplester mulut mereka dengan lakban.

Hal itu dilakukan sebagai kritikan atas  dugaan intimidasi dan perintangan yang dilakukan oleh tim pengamanan Walikota Medan Bobby Afif Nasution pada Rabu, 14 April 2021 lalu kepada rekan se profesi mereka.

Selain itu, sambil berdiri menghadap ke kantor yang kini dipimpin menantu Presiden Joko Widodo itu, masing-masing jurnalis juga terlihat mengangkat poster berisi pesan menohok seperti, ‘Medan Darurat Kebebasan Pers’, ‘Tugas Pengamanan Walikota Medan Bukan Mengusir Jurnalis’.

Poster lainnya berisi pesan tentang ‘Intimidasi Jurnalis Langgar UU Pers’, ‘Jurnalis Bukan Musuh’, ‘Stop Intimidasi Jurnalis’, ‘Halangi Jurnalis Khianati Demokrasi’, ‘Stop Perintangan Terhadap Jurnalis’ dan ‘Tim Kemanan Wali Kota Medan Harus Belajar UU Pers’.

Tetap serupa dengan aksi-aksi sebelumnya, massa menuntut Bobby Afif Nasution meminta maaf secara langsung kepada jurnalis atas tindakan anak buahnya, terkhusus tim pengamanan. Para awak media juga meminta Walikota Medan mengevaluasi sistem pengamanan disekelilingnya.

“Kita menutup mulut menggunakan lakban. Itu sebagai simbol, bahwa kebebasan pers di Kota Medan telah tercoreng dan dibungkam. Beberapa waktu yang lalu, ada satu bentuk pembungkaman, di mana terjadi pengusiran dan intimidasi terhadap dua jurnalis yang sedang menjalankan tugas di Balai Kota. Atas tindakan tim pengamanan itu, kita khawatir kerja-kerja jurnalistik dapat terganggu,” kata Koordinator Aksi Daniel Pekuwali.

Jurnalis salah satu media televisi swasta itu juga menegaskan, Forum Jurnalis Medan akan terus melakukan unjukrasa sampai tuntutan itu terpenuhi. Ia juga mengajak, seluruh jurnalis untuk sama-sama bersolidaritas mengampanyekan soal dugaan intimidasi dan perintangan.

Tuntutan ini juga harusnya menjadi atensi bagi seluruh pejabat publik agar mengingatkan jajarannya supaya tidak menghalang-halangi tugas jurnalis. Apalagi, perintangan terhadap kerja-kerja jurnalis adalah bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Ada hukuman pidana yang menanti bagi orang atau pun oknum yang melakukan pelanggaran.

“Kondisi-kondisi seperti ini tidak bisa kita biarkan. Jangan sampai profesi kita sebagai jurnalis yang selama ini melakukan kritik, malah mendapat perlakuan diskriminatif,” pungkasnya.

Aksi diam para jurnalis berlangsung sekitar 30 menit. Aksi tersebut mendapat pengawalan dari aparat kepolisian dan Satpol PP. Namun, hingga aksi selesai, Walikota Medan Bobby Afif Nasution atau pun perwakilannya tetap enggan menemui pengunjukrasa.

Kronologis

Dugaan perintangan dan intimidasi ini terjadi saat dua jurnalis Rechtin Hani Ritonga (Harian Tribun Medan) dan Ilham Pradilla (Suara Pakar) hendak melakukan wawancara cegat (doorstop) kepada Bobby di Pemko Medan pada Rabu sore 14 April 2021.

Mereka menunggu Bobby di depan pintu masuk lobby depan. Selang beberapa saat, mereka didatangi oleh Satpol PP yang mengatakan mereka tidak boleh mewawancarai Bobby. Satpol PP itu mengatakan, untuk melakukan wawancara harus memilik izin. Hani dan Ilham tetap menunggu Bobby.

Sekitar pukul 17.00 WIB, Hani dan Ilham mendekat ke pintu lobi. Karena mereka melihat ada tanda-tanda Bobby akan turun. Petugas pengamanan dari kepolisian dan Paspampres kemudian  mengusir mereka. Petugas pengamanan kembali mengatakan soal izin wawancara, bukan di dalam jam kerja, dan mengganggu kenyamanan dan ketertiban.

Saat itu, Hani merasa diintimidasi karena salah satu Paspampres membentaknya untuk mematikan dan meminta menghapus rekaman kejadian. Rekannya Ilham juga diminta mematikan rekaman video.

Sebelumnya, Komandan Paspampres Mayjen Agus Subianto sudah menyampaikan klarifikasinya. Agus menyampaikan, dua jurnalis itu dianggap sebagai orang yang masuk ke Pemko Medan tidak sesuai dengan prosedur.

“Di awali datang 2 orang, masuk ke pemkot tidak sesuai prosedur.dan tidak menggunakan tanda pengenal, kwmudian dicegah oleh polisi dan satpol PP, kemungkinan ditegur tidak terima,” ujar Agus lewat pesan singkat sehari setelah kejadian atau Kamis, 15 April 2021.

Walikota Bobby Afif Nasution dalam wawancaranya dengan awak media pada Jum’at malam, 16 April 2021 menanggapi soal tuntutan permintaan maaf kepada awak media. Namun dari jawaban yang disampaikan, Bobby tampaknya enggan meminta maaf.

“Tadi sudah saya sampaikan, yang penting ini, apa yang disampaikan ini, apa yang dikeluhkanlah kita bilang yah, tersampaikan dan dijalankan. Kalau tak dijalankan baru, silahkan nanti. Ini sudah kita berikan tempatnya. Kita sudah berikan apa yang menjadi persoalan teman-teman. Mungkin ada yang tidak pakai bed, tak ada tanda pengenal. Ayo kita sama-sama mengikuti. Jangan cari siapa yang salah. Tapi kita cari penyelesaian permasalahan. Udah itu saja,” ujar Bobby santai.

Untuk diketahui, jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 18 Undang-Undang Pers menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik dapat dipidana kurungan penjara selama dua tahun, atau denda paling banyak Rp500 juta.

Editor : Teuku/rilis

 

No Comments

Leave a Reply

LAINNYA
x