x

Indonesia: Feed the World, MUNGKINKAH???

4 minutes reading
Sunday, 8 Jun 2025 06:43 0 76 Ika Lubis

Luhurnya cita-cita pemerintah, menginginkan Indonesia sebagai Nusantara Land of Harmony dan menjadi Feed the World 2045. Pernyataan sekaligus keinginan luhur tersebut tidak semata dapat terlaksana tanpa usaha dan sinergitas bersama (Suwandi, 2024). Jika kita kilas balik dan lihat limpahan karunia Ilahi berupa kekayaan alam yang luar biasa, sepantasnya sedari lama Indonesia telah menjadi lumbung pangan dunia. Kita tarik lebih jauh sedikit lagi, era swasembada beras misalnya (sebagai salah satu wujudkemandirian pangan) pernah dicapai pada era Presiden ke-6. Hal ini sebagai landasan bahwa kita mampu menjadi lumbung pangan dunia bahkan jauh sebelum 2045 (Feed the World) menjadi semakin relevan di tengah tantangan global seperti pertumbuhan populasi, perubahan iklim, dan ketahananpangan. Salah satu model yang dianggap efektif untuk mencapai tujuan luhur ini adalah model triangle diamond, yang menggabungkan sinergi antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat untuk menciptakan sistem pangan berkelanjutan. Model ini merupakan adaptasi dari triple helix (pemerintah–industri–akademisi) dengan penambahan peranaktif masyarakat sebagai pilar keempat.

Belajar dari Negara Luar

Model triangle diamond bukan hal yang baru. Pasalnya beberapa negara maju yang telah menerapkan model dimaksud dan berhasil diantaranya seperti Belanda, Brasil, serta Vietnam dan Thailand. Beberapa negara yang penulis ungkap di atas berhasil menjadi eksportir pangan utama dunia.

1. Belanda: Lumbung Pangan Dunia dari Lahan Terbatas

Keterbatasan lahan tidak menyurutkan negara denganjulukan Kincir Angin ini menjadi lumbung pangan dunia. Model triangle diamond diadopsi dengan mewujudkan program seperti: a) Kolaborasi Pemerintah–Swasta–Akademisi, menciptakan ekosistemriset pangan di salah satu universitas terbaik dunia (Wageningen University) dengan slogan food valley yang telah mengembangkan pertanian vertikal, robotik, dan efisiensi penggunaan air dalam produksi pertanian; b) Pemanfaatan teknologi precision farming dan sustainable green house menyulap luas lahan kecil menghasilkan nilai ekspor produk pertanian yang tinggi.

2. Brasil: Revolusi Pertanian Tropis

Negara dengan julukan Samba ini, melalui The Brazilian Agricultural Research Corporation (Embrapa) berhasil mengubah lahan sabana (Cerrado) menjadi lahan subur dengan rekayasa tanah dan integrasi kedelai–sapi yang adaptif.  Selain itu, program agricultural familiar yang memadukan antara petani kecil dengan rantai pasok global, membuat Brasil pemimpin ekspor daging, kedelai, dan gula.

3. Vietnam & Thailand: Ketahanan Pangan Berbasis Komoditas

Vietnam sukses menjadi eksportir beras terbesar ke dua dunia dan Thailand sebagai penghasil beras premium & karet, melalui prinsip extension services seperti penyuluhan petani dan integrasi dengan pasar global. Pemerintah melalui para penyuluh tani terjun kelapangan mengedukasi masyarakat (red. petani) untuk menerapkan pengelolaan pertanian mutakhir, keterlibatan pemerintah dalam hal supply ekonomi dan rantai pasok-jual produk pertanian. Sehingga, hampir setiap produk pertanian yang dihasilkan mengisi pasar ekspor dunia. Selain itu, research di level akademisi didukung secara penuh oleh pemerintah dan berintegrasi dengan para petani lokal.

Jika kita tarik dari adopsi model triangle diamond yang diterapkan oleh negara-negara sebagaimana disebutkan di atas menekankan kolaborasi empat pilar:  a) Pemerintah – kebijakan insentif pertanian, infrastruktur, dan regulasi rantai pasok–jual  yang mendukung inovasi; b) Industri/Swasta/Agribisnis – investasi dalam teknologi pertanian presisi, rantai pasok efisien, dan pemasaran global; c) Akademisi – melalui riset pengembangan benih unggul, penerapan teknologi drone sebagai alat pantau dan sprayer –AI (artificial intelligence) – IoT (internet of things) pada bidang pertanian, serta solusi keberlanjutan lainnya;  d) Masyarakat/Petani – pemberdayaan petani skala kecil melalui edukasi (sosialisasi dan pelatihan), serta akses teknologi. Hal ini senada dengan pernyataan Suwandi (2024) yang mengemukakan bahwa seluruh SDM dari keempat pilar di atas harus saling bersinergi guna mencapai feed the world2045. Bahkan penulis meyakini, jika Indonesia mampu menjadi pemasok pangan global lebih awal jika sinergitas keempat pilar yang diciptakan berjalan epik.

Tantangan bagi Indonesia

Beberapa tantangan yang dapat menjadi catatan penting dan harus dientaskan sesegera melalui integrasi Pemerintah–Industri–Akademisi–Masyarakat seperti: a) ketimpangan akses jaringan dan penerapan teknologi di beberapa daerah dan bagi petani kecil, yang dapat diatasi dengan cara pembangunan dan pendanaan yang adil dan merata serta pendampingan petani oleh Pemerintah–Industri-Akademisi; b) dampak lingkungan yang akan ditimbulkan sehingga bukan nilai ekonomi semata yang dikejar, tetapi aspek keberlanjutan jauh lebih utama untuk dijadikan perhatian, yang dapat diwujudkan melalui intensifikasi pertanian berisiko menyebabkan deforestasi atau eksploitasi air; c) ketergantungan ekspor seperti fluktuasi harga komoditas global dapat mempengaruhi stabilitas, sehingga perlu peran pemerintah yang arif dan bijaksana untuk mengatasi masalah rantai pasok global ini.*

 

*Penulis: Muhammad Iqbal Abdi Lubis
(Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, FakultasTeknologi Pertanian, Universitas Andalas)

LAINNYA
x