Kata ‘kebetulan’ bila ditelaah mendalam, tidak dimaksudkan untuk mengecilkan peristiwa. Di dalamnya mengandung arti, diwaktu dan ditempat yang mengikutsertakan adanya kondisi yang melatarbelakanginya. Istilah lainnya biasa disebut takdir atau garis hidup.
Dalam proses menciptakan karya seni, sekalipun konteks sudah dikembangkan dengan tujuan yang pasti, kebanyakan alirannya ke style Eropa maupun Asia Timur.
Tujuan style Eropa, menangkap konteks Modernisme. Jika mengarah ke style Amerika, maka tangkapannya adalah konteks kontemporer.
Contohnya saja dalam pelayaran yang sesungguhnya, prinsip satu tujuan ke sasaran tertentu berlaku untuk nelayan dan kapal penyeberangan. Sedangkan untuk kapal penumpang, tujuannya selalu singgah kebanyak pelabuhan.
Begitu juga proses berkarya seni, yang juga selalu singgah ke banyak style, baik Eropa maupun Asia Timur. Setidaknya ada dua tempat.
Salah seorang siswa di SMP Muhammadiyah 58 Medan bernama Bayu Pradana Putra, melakukan aktivitas berkarya seperti itu. Sasaran berlabuhnya dengan menggali ide, pertama di arahkan ke pulau Jawa, selebihnya ke Sumatera Utara.
Sesuai dengan identitasnya sebagai etnik Batak, wajar bila tertarik dengan ornamen tradisional Sumatera Utara yang ada di arsitektur rumah adat; sebagai ide awalnya.

Motif ornamen bunga komposisi bulat berasal dari Uzbekistan, Turki, India, Persia, dan Asia Tenggara.
Sekalipun demikian, Bayu tidak menghendaki untuk meniru bulat-bulat ornament tradisional Sumatera Utara tersebut. Ornamen tradisional Sumatera Utara dirombak dengan style sirkular dengan jalan diterapkan pada benda-benda fungsional menjadi Souvenir Khas Medan.
Ini adalah reaksi konstektual Bayu, terhadap kebaruan ornamen Sumatera Utara melalui teknik komposisi sirkular.
Pada style Jawa, kecenderungan menerapkan ornamen yang berkaitan dengan budaya dan historis dari etnik Jawa yang bernuansa modern sama persis dengan perlakuan Bayu dalam mendistorsi ornamen tradisional Sumatera Utara.
Terlepas meniru atau tidak, karakter style ornamen Sumatera Utara dapat dikategorikan sebagai warisan budaya lokal yang mudah untuk diulas dan dikaji. Bila ada persamaan, tidak berarti Bayu meniru souvenir yang dijualbelikan di Jawa.
Bisa saja, persamaan karena menyikapi keadaan yang sama. Mengubah komposisi ornamen tradisional Sumatera Utara menjadi sirkular, sama artinya menjadikan kaku dan tidak simetris.
Seperti halnya motif batik Jawa yang dipaksakan sebagai hiasan pada souvenir yang dijual. Justru inilah yang menjadi semangat kedinamikaan. Sejalan dengan temuan bahwa bumi berrevolusi mengelilingi matahari.
Tidak seperti doktrin sebelumnya. Bumi sebagai pusat alam semesta. Tampil beda menjadi keharusan untuk menunjukkan perbedaannya dengan ornamen tradisional Sumatera Utara yang menghiasi arsitektur dari rumah adatnya.
Doktrin terhadap komposisi ornamen tradisional Sumatera Utara diterapkan pada posisi ukiran dari arsitektur rumah adat. Kalau direalisasikan, style pada ornamennya lebih kaku dan memiliki sudut yang tajam dari masing-masing motifnya.
Bisa dibayangkan, seperti keberagaman motif yang saling berbeda antara satu dan lainnya secara keseluruhan bagian jika diamati secara umum.
Bagaimana komposisi sirkular mampu diciptakan menjadi Souvenir Khas Medan pada dasar doktrin tersebut. Mungkin juga secara spontan muncul pertanyaan, “protes” apa lagi ini?

Motif batik kawung berasal dari Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Solo.
Galileo dihukum karena “keterbukaan” pengamatan, sehingga diperoleh kesimpulan, bumi mengelilingi matahari. Bayu demikian halnya. Melihat keterbukaan adanya cara untuk mengaplikasikan ornamen tradisional Sumatera Utara menjadi Souvenir Khas Medan.
Gara-gara adanya gaya vintage ornamen tersebut maka, imajinasi dari wujud ornamen tradisional Sumatera Utara bisa terbuai oleh komposisi sirkular. Tampilannya yang simetris dan tetap menerapkan unsur kekakuan maka mampu diterapkan pada media souvenir apapun.
Lekukan motif yang stabil, menjadi point of interes yang tetap ditempatkan pada bagian tengah, seperti konteks pada jarum jam.
Sikap protes Bayu, memaksakan komposisi sirkular menjadi seperti perealisasian dari jam terhadap waktu, agar secara halus dan menyeluruh menyinggung konotasi dari kepunahan akibat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi generasi sekarang untuk melestarikannya.
Sekalipun kebanyakan warisan budaya lokal tidak dilengkapi penunjuk jalan dalam proses pelestarian, setidaknya Souvenir Khas Medan berfungsi sebagai jembatan agar generasi sekarang mulai mengenal bahwa leluhur dari etnik Sumatera Utara mampu menciptakan visualisasi yang original dalam bentuk ornaman dengan simbolis mistik dan estetik yang ada di dalamnya. Itu saja sudah cukup.
Demikian pula, adanya komposisi sirkular maka hadirlah point of interes yang fungsinya sebagai perantara untuk “menyorot keseimbangan” agar tetap ditengah dengan gaya vintage ornamen yang hingga sekarang masih tetap abadi sebagai hiasan arsitektur rumah adat.
Penerapan yang mengundang kekaguman banyak wisatawan lokal maupun asing. Tidak jarang pramuwisata menyampaikan akan timbul malapetaka jika penempatan ornamen tradisional Sumatera Utara tidak sesuai dengan peraturan dan arahan dari tetua adat.
Seperti penerapan pada hiasan ornamen yang ada di rumah joglo yang diperuntukkan bagi keluarga kerajaan keraton.

Motif etnik Karo berjudul Gerga Desa Si Waluh sumber dari dokumentasi Baginda Sirait tahun 1977.
Bayu dalam karyanya mengajak untuk bercermin pada masa lalu. Tanpa mengusik penempatan ornamen tradisional Sumatera Utara sebagai hiasan arsitektur rumah adat. Keberadaannya justru dijadikan acuan untuk tampil beda.
Dengan sendirinya, korelasi dengan masa lalu terhadap warisan budaya sendiri dapat tetap terjaga. Hanya dengan cara demikian, masa lalu, masa kini, dan masa yang akan depan mampu merekam seperti apa perkembangan ornamen tradisional Sumatera Utara secara otentik dapat dilestarikan.
Bila ada persinggungan dengan dunia luar, sifatnya hanya penyesuaian. Seperti stupa Borobudur. Sekalipun bentuknya original, tetap saja acuannya dari stupa di India. Keharusan menjadi stupa, karena disesuaikan dengan kegunaan untuk keagamaan yang juga berasal dari India.

Desain Souvenir Khas Medan pada gelas mug keramik karya Bayu Perdana Putra.
Adapun kekhasan karakternya karena adanya ikatan dengan bentuk Punden Berundak dari unsur lokal. Demikian pula pola menerapkan komposisi sirkular pada ornamen tradisional Sumatera Utara menjadi Souvenir Khas Medan.
Mau dikatakan terpengaruh oleh perkembangan ekonomi pariwisata yang ada di Jawa, tapi hal ini bukan menjadi halangan karena korelasi ornamen tradisional Sumatera Utara tetap terjaga dan diperkenalkan sebagai Souvenir Khas Medan kepada wisatawan lokal dan asing.
Mengingkari masa lalu, seperti nasib bangunan Art Nouveau dan Art Deco di Medan. Sebagian telah menghilang atau berubah wajah menjadi bangunan masa kini.
Alangkah lebih baik bila biarlah yang lama tetap bertahan dan jadikan bukti otentik sejarah. Demikian pula, biarlah ornamen tradidional Sumatera Utara yang asli masih hidup serta dilestarikan menjadi Souvenir Khas Medan. Bayu tampil dengan karakter versinya sendiri dan tidak ada duanya.
Penulis : Sofi Andriyanti, S.Pd., M.Sn. (Dosen Politeknik Negeri Media Kreatif)