x

Harga TBS ‘Terjun Bebas’, Petani Sawit di Asahan Terjerat Utang

2 minutes reading
Friday, 6 May 2022 17:13 0 154 admin

BICARAINDONESIA-Asahan : “Andailah pemerintah sudah terlebih dulu siapkan kemampuannya menampung seluruh buah petani atau perusahaan PKS BUMN berperan menampung buah petani, kita mungkin tidak separah seperti saat ini,” keluh Mawardi, seorang petani sawit dalam mengekspresikan tekanan yang dihadapinya atas situasi saat ini saat ditemui Jum’at (6/5/2022).

Memang, sejak Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng keluar negeri pada 21 April 2022 lalu, terhitung mulai 28 April 2022 hingga hari ini, gejolak imbas sudah melanda pihak hulu.

“Larangan ekspor CPO dan minyak goreng sudah berjalan. Belum juga ada tanda-tanda terang di bawah,”  timpal Nawari seorang petani sawit di Kecamatan Merantau, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.

Ia menururkan, walaupun lebaran sudah lewat, namun harga minyak goreng rerata belum menunjukan tanda-tanda mendekati harga eceran tertinggi (HET) sebagaimana ditentukan Permendag No. 22 Tahun 2022. Karena pelaku usaha terpaksa harus menghabiskan stok yang telah terbeli sebelum peraturan berlaku, berdasarkan harga saat ini.

“Pengecer pasti akan menahan pembelanjaannya sampai stok habis. Itu cara pedagang menghindari kerugian atas stok yang sudah terlanjur dibeli,” jelasnya.

Dengan penundan pembelian oleh pihak pengecer, sambungnya, tentu berdampak pada ketersediaan stok di level distributor 1 dan distributor 2 hingga terjadilah efek bola salju sampai akhirnya produsen pun akan kelebihan stok. Dampaknya tentu akan memperlambat produksi serta memperlambat masa berlaku produk.

“Perlambatan dan penyumbatan akan berdampak pada melimpahnya stok di posisi paling hulu dan pabrik pengolahan Tandan Buah Segar (TBS). Apakah petani sawit sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya jika terjadi penyumbatan di hilir? TBS petani pas tak tertampung,” ucap Mawardi.

Hal ini sudah terlihat jelas dengan ‘terjun bebasnya’ alias anjloknya harga TBS di berbagai provinsi sentra sawit, yang rata-rata mengalami penurunan sebesar Rp1.100-Rp1.700 /kg. Harga ini tentu membawa petani sawit kembali mundur ke tahun 2018 di mana harga sawit bisa di bawah Rp2.000/kg. Situasi ini tentu menjepit petani sawit, belum lagi harga pupuk yang mahal, membuat para petani sawit terlilit hutang.

“Mari kita tetap bangga sebagai petani, karena saya percaya pekerjaan ini mulia di mata Tuhan. Jangan marah sama pedagang gorengan. Kita marah karena digoreng keadaan,” tutup Mawardi dengan mimik wajah kesal.

Penulis : Edi (cw)
Editor : Teuku

No Comments

Leave a Reply

LAINNYA
x